Kisah dari Timur Jakarta, Ketika Dakwah Menjadi Jembatan antara Tradisi dan Inovasi

Jakarta News Tekno Terkini

JAKARTA, MEDIAJAKARTA.COM — Di tengah lanskap urban Jakarta yang terus berubah, di mana hiruk-pikuk kota seakan tak pernah tidur dan tantangan zaman datang silih berganti, sekelompok perempuan berkumpul dalam sebuah misi sunyi namun penuh makna: memperkuat fondasi keluarga melalui dakwah yang menyentuh dan adaptif.

Di sinilah, pada sebuah pagi yang hangat beberapa waktu lalu di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta Timur, Dr. Amaliyah, M.A memandu kegiatan Pendampingan Daiyah dengan tema “Pendampingan Dai Perempuan dalam Memperkuat Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga Berlandaskan Nilai Religius”.

Kegiatan ini bukan sekadar ceramah keagamaan. Ia adalah ruang pembelajaran, penguatan identitas, dan laboratorium sosial tempat para daiyah—perempuan juru dakwah—dilatih untuk menjadi agen perubahan dalam lingkup terkecil sekaligus terpenting dalam masyarakat: keluarga.

“Ketahanan keluarga tidak lahir dari limpahan materi, tetapi dari nilai-nilai spiritual yang hidup di antara suami, istri, dan anak-anak. Ini tentang kesederhanaan, saling menghargai, dan keikhlasan dalam menjalani peran,” ujar Dr. Amaliyah, sembari menekankan bahwa kesejahteraan sejati bertumpu pada integritas moral dan religius.

Melahirkan Daiyah Digital di Tengah Arus Global

Salah satu yang paling menarik dari kegiatan ini adalah pendekatannya yang visioner. Para peserta—mahasiswa Pendidikan Dasar Ulama binaan MUI—tidak hanya diajak menggali khazanah keislaman klasik, tetapi juga didorong menjelajah lanskap dakwah digital yang kini menjadi medan baru bagi para dai dan daiyah modern.

“Bayangkan bila konten seperti ‘hidup hemat ala Rasulullah SAW’ atau ‘tips mengasuh anak dengan keteladanan Nabi’ bisa tampil di TikTok, Instagram Reels, atau YouTube Shorts dengan narasi yang kuat dan visual yang menyentuh,” kata salah satu fasilitator. “Dakwah tidak kehilangan sakralitasnya hanya karena tampil di layar ponsel.”

Pendekatan ini dirancang untuk menjawab kebutuhan zaman, di mana generasi muda dan para ibu rumah tangga kini lebih akrab dengan media sosial ketimbang majelis konvensional. Maka, daiyah masa kini tak hanya dituntut bijak dalam bertutur, tetapi juga melek teknologi dan kreatif dalam penyampaian pesan.

Ruang Aman untuk Tumbuh dan Terhubung

Suasana pelatihan berlangsung hangat dan partisipatif. Diskusi mengalir tidak hanya tentang materi agama, tetapi juga keresahan sehari-hari: bagaimana menyikapi anak yang kecanduan gawai, cara membangun komunikasi sehat dengan pasangan, hingga bagaimana membangun “rumah tangga hijau” yang ramah lingkungan sekaligus islami.

Bagi banyak peserta, forum ini menjadi ruang aman untuk tumbuh dan terhubung. Di antara percakapan dan air mata, terselip semangat baru untuk menjadi lebih dari sekadar penceramah—mereka ingin menjadi teladan, pendamping, dan penggerak sosial di komunitas masing-masing.

Menuju Generasi Daiyah yang Tangguh dan Inklusif

Dengan menutup acara, Dr. Amaliyah menyampaikan harapan sederhana namun dalam: “Semoga dari ruangan ini lahir para daiyah yang tidak hanya fasih berdakwah, tetapi juga mampu membawa perubahan—melalui konten, keteladanan, dan kepedulian sosial.”

Di tengah perubahan iklim sosial, digitalisasi, dan krisis nilai yang melanda banyak lapisan masyarakat, kegiatan ini ibarat menyalakan lentera kecil. Lentera yang menyinari jalan para perempuan untuk meneguhkan perannya, bukan hanya sebagai ibu dan istri, tetapi sebagai penjaga moral bangsa.

Dan mungkin, dari ruang kecil di Jakarta Timur inilah, sebuah gerakan senyap namun bermakna mulai mengakar—membawa pesan bahwa keluarga, bila dibekali nilai yang tepat, bisa menjadi benteng terakhir dari peradaban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *