Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Anis Matta. Foto : Liputan6.com.
JAKARTA, MEDIAJAKARTA.COM – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Republik Indonesia Anis Matta mendorong lahirnya gerakan penerjemahan karya-karya Indonesia ke dalam bahasa Arab sebagai strategi jangka panjang memperkuat diplomasi budaya dan intelektual Indonesia di dunia Islam.
Gagasan tersebut disampaikan Anis Matta saat bertemu dan berdiskusi dengan Tim IndonesiaAlyoum.com, yakni Muhammad Anas (Founder IndonesiaAlyoum.com) dan Marwan Aziz (Media Advisor IndonesiaAlyoum.com yang juga Founder Mediajakarta.com), di Kantor Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta Pusat, Selasa sore (16/12/2025).
Menurut Anies Matta, Indonesia hingga kini masih menghadapi kekosongan narasi di ruang intelektual dunia Islam, khususnya di lingkungan kampus.
“Kita perlu mengisi kekosongan narasi tentang Indonesia di dunia Islam. Karena itu, saya ingin mendorong lahirnya gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab di Indonesia, yang dapat dilakukan melalui kerja sama strategis dengan IndonesiaAlyoum.com,” ujar Anis.
Ia menjelaskan, gerakan ini bertujuan menerjemahkan produk-produk pemikiran Indonesia, mulai dari karya intelektual, sastra, hingga biografi tokoh bangsa, untuk kemudian didistribusikan ke kampus-kampus di negara-negara Islam.
Dalam implementasinya, kedutaan besar RI akan dilibatkan untuk bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di Timur Tengah dan dunia Islam.
Anis menekankan bahwa diplomasi tidak cukup hanya dilakukan melalui jalur formal antarnegara. Menurutnya, diplomasi budaya dan intelektual harus dimulai dengan memahami audiens.
“Setiap kali saya menulis buku, pertanyaan pertama saya selalu: siapa audiensnya? Dari situ baru ditentukan bentuk dan isi. Prinsip ini juga harus kita terapkan dalam diplomasi,” katanya.
Ia menilai, membangun storytelling tentang Indonesia memang membutuhkan waktu panjang. Namun dampaknya akan jauh lebih kuat dan bertahan lama.
“Berdagang itu relatif mudah, tetapi membangun storytelling tentang bangsa memerlukan kerja jangka panjang. Indonesia harus terlebih dahulu diceritakan,” ujarnya.
Dalam diskusi tersebut, Anis juga menyoroti pentingnya memanfaatkan seni dan budaya sebagai medium bercerita. Ia mencontohkan bahwa selama ini Indonesia belum secara sistematis memperkenalkan musisi-musisi legendaris Indonesia ke dunia Arab.
“Lagu-lagu Ebiet G. Ade, Iwan Fals, atau Rhoma Irama bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, lalu diperkenalkan di negara-negara sahabat. Pementasan seni di luar negeri itu bukan sekadar pertunjukan, tapi cara kita bercerita tentang bangsa,” jelasnya.
Menurut Anis, pendekatan kolaboratif—terutama jika dilakukan di kampus yang bersifat netral—akan memicu diskusi, percakapan di media sosial, dan pada akhirnya membangun branding Indonesia secara organik.
Ia mencontohkan keberhasilan gerakan pemikiran Ikhwanul Muslimin dan Syiah Iran, yang membangun pengaruh global melalui penerjemahan buku-buku pemikiran dan menjadikannya bahan diskusi akademik.
“Dari situ dunia mengenal tokoh-tokoh seperti Ali Syariati. Indonesia juga bisa melakukan hal serupa,” katanya.
Anis menyebut sejumlah karya yang layak diterjemahkan, mulai dari biografi Soekarno dan Mohammad Hatta, novel-novel Hamka seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, hingga karya klasik seperti Salah Asuhan, karya Pramoedya Ananta Toer, dan sastra Balai Pustaka lainnya.
Ia menilai karya sastra lama Indonesia memiliki kekuatan intelektual yang tinggi karena mampu memicu perbincangan serius.
“Tenggelamnya Kapal Van der Wijck membahas konflik budaya, nilai, dan tarik-menarik patriarki dan matriarki. Karya seperti ini memicu diskursus, bukan sekadar emosi,” ujarnya.
Selain itu, Anis juga mendorong penerjemahan karya-karya berlatar lokal seperti Buku Manusia Bugis, kisah klasik Datu Museng dan Maipa Deapati, hingga novel awal modern seperti Noni, Societeit de Harmonie, guna memperkaya pemahaman tentang keragaman Indonesia.
“Intinya, buku-buku yang kita terjemahkan harus mampu memicu perbincangan tentang Indonesia. Bisa dibahas di Iskandariyah, lalu didiskusikan lagi di Tunisia atau negara lain. Itu akan sangat menarik,” tutur Anis.
“Inilah cara kita menghidupkan perbincangan tentang Indonesia di dunia Islam,” pungkasnya (Marwan Aziz)

