UNJ dan MUI Jakarta Timur Perkuat Kerukunan Umat melalui Pendidikan Ulama Moderat

Jakarta Kampus News Terkini

JAKARTA, MEDIAJAKARTA.COM– Di tengah wajah urban Jakarta yang terus berdenyut, dengan segala kompleksitas sosial, budaya, dan keyakinannya, sebuah langkah senyap tapi berani diambil dari sudut Timur ibu kota.

Bertempat di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta Timur pada 19 Juli 2025 lalu, puluhan mahasiswa, pengurus majelis, dan akademisi berkumpul dalam satu semangat: merawat kerukunan dan membumikan moderasi dalam sistem pendidikan Islam.

Bersama Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISH) Universitas Negeri Jakarta (UNJ), MUI Jakarta Timur menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Penguatan Sistem Pendidikan di Jakarta yang Moderat melalui Pemahaman Kerukunan Beragama”. Ini bukan sekadar seminar—melainkan ruang tumbuh bagi para ulama muda untuk menyelami nilai-nilai Islam wasathiyah, dialog lintas iman, dan tantangan dakwah di tengah masyarakat majemuk.

“Kita hidup berdampingan dengan berbagai latar belakang. Tugas ulama dan pendidik bukan memisahkan, tapi menjembatani,” tutur Dr. Sa’dullah, salah satu narasumber utama, dengan nada tenang namun menyentuh .

Moderasi: Pilar Utama Pendidikan Islam Masa Kini

Dalam berbagai sesi, nilai-nilai Islam yang inklusif dan adaptif menjadi benang merah. Tak hanya mengupas teori, diskusi juga menyentuh praktik dakwah di masyarakat plural—dari kampung padat penduduk hingga jagat media sosial. Mahasiswa Pendidikan Dasar Ulama (PDU) terlihat antusias, bukan sekadar mencatat, tetapi juga menggugat dan menggali lebih dalam: bagaimana cara berdakwah tanpa menggurui? bagaimana mendidik sambil merangkul perbedaan?

Perwakilan dari Prodi PAI FISH UNJ menegaskan bahwa program ini bukan aktivitas sesaat, melainkan bagian dari visi besar mencetak ulama yang tidak hanya pandai bicara, tapi juga peka terhadap realitas sosial dan berani menanamkan nilai Islam yang sejuk dan mempersatukan.

Menjembatani Ilmu dan Pengalaman

Salah satu momen paling berkesan dari kegiatan ini adalah dialog terbuka antara mahasiswa dan pengurus MUI dari berbagai kecamatan. Tak ada jarak antara teori dan pengalaman. Diskusi berjalan hangat—kadang tajam, kadang penuh canda, namun selalu bermuara pada satu hal: mencari cara paling manusiawi untuk berdakwah di masyarakat yang terus berubah.

“Ini pengalaman yang membuka mata. Kami bukan hanya belajar dari buku, tapi juga dari para pelaku dakwah yang sudah puluhan tahun hidup di tengah warga,” ujar salah satu peserta PDU, matanya berbinar.

Menuju Jakarta yang Lebih Rukun dan Inklusif

Kegiatan ini menjadi semacam ritus peralihan—dari pendidikan agama yang eksklusif menuju pendidikan yang terbuka, toleran, dan solutif. Ketua MUI Jakarta Timur dalam sambutannya menyebut kolaborasi ini sebagai pilar penting untuk menjaga keutuhan bangsa. “Agama harus menjadi cahaya, bukan sumber api,” ujarnya tegas.

Ke depan, UNJ dan MUI sepakat menyusun program lanjutan, mulai dari pelatihan rutin, pengembangan kurikulum berbasis moderasi, hingga riset kolaboratif tentang keberagaman dan harmoni sosial.

Membumikan Moderasi di Ibu Kota

Jakarta, sebagai miniatur Indonesia, menyimpan segudang tantangan kerukunan. Tapi dari ruang-ruang kecil seperti ini—dengan semangat kolaborasi, pendidikan, dan cinta damai—harapan itu tumbuh. Harapan bahwa generasi ulama ke depan tidak hanya bisa berdiri di atas mimbar, tetapi juga menyelami kompleksitas zaman, dan tetap membawa cahaya bagi semua.

Karena pendidikan, sebagaimana dijalankan dalam kegiatan ini, bukan hanya tentang mengajar. Tapi juga tentang membentuk manusia yang utuh—yang tahu kapan bicara, tahu kapan mendengar, dan tahu kapan menjembatani (Wan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *